Tugas Makro Ekonomi
PENGANGGURAN, INFLASI DAN KEBIJAKAN
PEMERINTAH
OLEH:
KELOMPOK 9
· ASDIAN
· ASRIANI
· ASYUYUN
· ILMAWATI
· MAKMUR
· NURFITRIANI SYAM
· TRI WULANDARI
· WIWIN WITRIANI
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam indikator ekonomi
makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok permasalahan ekonomi makro. Pertama,
masalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan
ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif dan bukannya negatif. Kedua,
masalah inflasi. Inflasi adalah indikator
pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara
bersamaan juga berkaitan dengan kemampuan daya beli.
Inflasi mencerminkan
stabilitas harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas harga.
Namun masalah inflasi
tidak hanya berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga sangat berkaitan dengan purchasing
power atau daya beli dari masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat
sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah
jika kenaikan harga dibarengi dengan kenaikan upah riil.
Masalah ketiga
adalah pengangguran. Memang masalah pengangguran telah menjadi momok yang
begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia.
Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran karena
sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk.
Sempitnya lapangan
pekerjaan dikarenakan faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah pengangguran
itu sendiri tidak hanya terjadi dinegara-negara berkembang namun juga dialami
oleh negara-negara maju. Namun masalah
pengangguran di negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di negara-negara
berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya business
cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi, masalah ledakan
penduduk, ataupun masalah sosial politik di negara tersebut.
Melalui makalah inilah kami mencoba untuk mengangkat
masalah pengangguran dengan segala dampaknya di Indonesia yang menurut
pengamatan kami sudah semakin memprihatinkan
terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis ekonomi sejak
tahun 1997 .
BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGANGGURAN
A. Pengertian
Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam
angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang
sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja, contohnya
seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah smp, sma, mahasiswa perguruan
tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan
pekerjaan.
B. Rumus Menghitung
Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat
pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari presentase membagi jumlah pengangguran
dengan jumlah angkatan kerja.
C. Jenis- Jenis
Pengangguran
a. Menurut faktor penyebabnya, terbagi atas :
1.
Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang
disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja
dengan pembuka lamaran pekerjaan.
2.
Pengangguran Struktural / Structural
Unemployment
Pengangguran
struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan pekerjaan
tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah
akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki
kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
3.
Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran
musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus
menganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukang jualan duren
yang menanti musim durian, dll.
4.
Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih
rendah daripada
penawaran kerja.
b. Menurut jam kerja, terbagi atas :
1)
Pengangguran terbuka adalah pengangguran yang
benar-benar terlihat menganggurnya, tidak ada pekerjaan sama sekali.
2)
Setengah pengangguran, terdiri atas
pengangguran sukarela (voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment).
Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang menganggur untuk
sementara waktu karena ingin mencari
pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan, pengangguran dukalara adalah
pengangguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan namun
belum berhasil mendapatkan kerja.
c. Menurut ciri-cirinya, terdiri atas :
1)
Pengangguran terbuka;
2)
Pengangguran tersembunyi;
3)
Pengangguran musiman;
4)
Setengah menganggur.
D. Beberapa hal yang
menyebabkan pengangguran antara lain:
a)
Penduduk yang relatif
banyak;
b)
Pendidikan dan
keterampilan yang rendah;
c)
Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan
yang diminta dunia kerja;
d)
Teknologi yang semakin
modern;
e)
Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan
dengan cara melakukan penghematan-penghematan;
f)
Penerapan rasionalisasi;
g)
Adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi
musim;
h)
Ketidakstabilan perekonomian, politik dan
keamanan suatu negara.
2. INFLASI
A. Pengertian
Inflasi adalah suatu
keadaan di mana terdapat kenaikan harga umum secara terus-menerus. Jadi bukan
harga satu atau dua macan barang saja, melainkan kenaikan harga
dari sebagian besar barang dan jasa, dan pula bukan hanya satu atau
dua kali kenaikan harga, melainkan kenaikan harga secara terus-menerus.
Untuk mengetahui tinggi
rendahnya kenaikan harga atau laju kecepatan inflasi itu seringkali digunakan indeks harga.
Selain itu, untuk meneliti laju inflasi biasanya
macam barang dikelompokkan menjadi kelompok pangan, sandang, papan dan
lain-lain. Semua kelompok barang tersebut mengalami kenaikan harga yang
ditunjukkan oleh kenaikan angka indeks harga masing-masing.
Pembedaan inflasi atas parah tidaknya berguna
untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu
ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian untuk berkembang
lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang menjadi bergairah bekerja atau ada insentif
untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah yaitu
pada saat terjadi hiperinflasi, keadaan
perekonomian menjadi kacau balau. Dan perekonomian menjadi lesu, orang
banyak tidak bersemangat, menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Tabungan akan semakin lenyap, dan digantikan
dengan hoarding, yaitu
menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang.
Sebagai akibat
keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam
perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda kenaikannya, tetapi
justru akan menjadi semakin cepat, dan perekonomian menjadi semakin parah keadaannya. Nilai uang merosot
terus, dan karena itu uang semakin tidak berharga sehingga begitu
diterima terus dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan semakin memperparah perekonomian.
B. Tiga aspek penting dalam definisi inflasi,
yaitu sebagai berikut:
a)
Adanya kecenderungan harga-harga untuk
meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi/actual
pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan sebelumnya, tetapi tetap
menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
b)
Peningkatan harga tersebut berlangsung secara
terus-menerus, yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja.
c)
Mencakup pengertian tingkat harga umum, yang
berati tingkat harga yang meningkat bukan hanya pada satu waktu atau beberapa
komoditas saja.
C.
Faktor-faktor yang menyebabkan inflasi sebagai berikut:
a)
Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
b)
Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
c)
Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak
uang baru.
d)
Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang
pernah terjadi di Indonesia tahun 1998. Akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
D. Indeks Harga Konsumen
dan Macam Inflasi
a)
Indeks Harga Konsumen
(IHK)
Indeks harga
konsumen adalah ukuran rata-rata perubahan harga dari suatu paket komoditas (commodity packet) dalam
suatu kurun waktu tertentu atau antar waktu. Tujuan penghitungan IHK
adalah sebagai berikut.
a.
Mengetahui perkembangan
harga barang dan jasa yang tergantung pada diagram timbangan IHK.
b.
Sebagai pedoman untuk menentukan suatu
kebijaksanaan yang akan datang, terutama di bidang pembangunan ekonomi.
c.
Sebagai penghitungan penyesuaian Upah Minimum Kabupaten
(UMK)
d.
Mempermudah pemantauan supply dan demand
khususnya barang kebutuhan masyarakat yang ada di pasar.
b)
Macam Inflasi
· Berdasarkan
laju pertumbuhan Indeks Harga Konsumsi (IHK) atau menurut berdasarkan parah
tidaknya inflasi terbagi atas :
1.
Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)
2.
Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)
3.
Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)
Pembedaan
inflasi atas parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang
bersangkutan.
· Berdasarkan
dari penyebabnya, inflasi terbagi atas :
1)
Inflasi permintaan (demand pull inflation)
adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya tarikan permintaan terhadap barang
dan jasa, sehingga mendorong harga untuk meningkat. Tarikan permintaan ini
biasanya disebabkan oleh adanya pembelanjaan defisit atau anggaran belanja
pemerintah yang defisit (deficit financing).
Gambar 1.1
2)
Inflasi penawaran (cost push inflation)
adalah inflasi yang ditimbulkan karena desakan kenaikan biaya produksi,
terutama kenaikan biaya tenaga kerja atau upah buruh.
Gambar 1.2
3)
Inflasi spiral (spiral inflation) adalah
inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga
yang didorong oleh kenaikan upah, dan diikuti oleh kenaikan harga lagi,
dan diikuti oleh kenaikan upah lagi.
4)
Inflasi Impor atau Imported Inflation. Inflasi
jenis ini terjadi karena pengaruh inflasi dari luar negeri, yaitu akibat adanya
perdagangan antar Negara.
E. Kurva Phillips
Terdapat suatu trade-off
antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu bila tingkat pengangguran tinggi, laju
inflasi rendah; sedangkan bila tingkat pengangguran
rendah, laju inflasi tinggi. Keadaan ini pertama kali dikemukakan oleh A.W.
Phillips pada tahun 1958 yang mulanya melukiskan hubungan antara tingkat
perubahan upah dengan tingkat perubahan kesempatan kerja.
Kurva Phillips ini memiliki tiga ciri yaitu :
1. Mempunyai lereng yang negatif , sehingga kurva ini
turun dari kiri atas ke kanan bawah.
2. Kurva Phillips mempunyai intersep pada sumbu
horizontal pada tingkat pengangguran natural, di mana pada saat itu tingkat
inflasi sama dengan nol.
3.
Kurva ini menunjukkan tanggapan tingkat pengangguran terhadap perubahan tingkat
inflasi. Ini ditunjukkan oleh besar kecilnya lereng kurva Phillips tersebut.
Gambar 1.3
Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya,
tetapi seperti pendapat Friedman dan Phelps, bahwa kurva Phillips tidak
menunjukkan suatu hubungan jangka
panjang yang stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar bila pengambil
keputusan mencoba mempertahankan tingkat pengangguran di bawah tingkat
pengangguran natural, dan sebaliknya bila tingkat pengangguran dibiarkan berada di atas tingkat pengangguran natural, maka
kurva Phillips akan bergeser ke bawah. Selanjutnya Friedman
dan Phelps seperti halnya dengan Phillips sendiri menyatakan bahwa
semakin tinggi tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi
inflasi akan semakin cepat pada kenaikan tingkat upah.
F. Kebijakan
Penanggulangan Inflasi
Menurut kaum Klasik
maupun Keynes, inflasi tidak hanya berkaitan dengan uang beredar, tetepi juga dengan jumlah barang dan jasa yang
tersedia dalam perekonomian. Oleh karena itu, untuk menanggulangi inflasi yang
utama ialah menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar atau mengurangi
jumlah uang yang beredar. Cara ini dapat di tempuh dengan berbagai
kebijakansebagai
berikut:
1.
Kebijakan bertahap (gradual
approach) yaitu menghendaki pengurangan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar.
Tindakan ini akan mengurangi laju
peningkatan harga, tetapi juga akan menambah tingkat pengangguran.
2.
Kebijakan drastis (cold
turkey approach) yaitu menghendaki pengurangan jumlah uang
beredar secara drastis, pengambil kebijakan berusaha menghilangkan inflasi
secara cepat, namun dengan pendekatan ini peningkatan jumlah pengangguran
menjadi lebih besar.
3.
Kebijakan penghasilan (income policy)
yaitu menghendaki adanya penekanan tingkat
upah secara cepat baik dengan perundang-undangan atau dengan himbauan.
Jadi kebijakan penghasilan adalah kebijakan yang mencoba mengurangi kenaikan tingkat upah dan tingkat harga secara cepat.
4.
Kebijakan insentif
perpajakan (tax incentive plan), dalam kebijakan ini pemerintah mengenakana pajak tambahan terhadap perusahaan-perusahaan
yang menaikkan tingkat upah, dan justru mengurangi pajak terhadap
perusahaan yang tidak melakukan kenaikan tingkat upah.
3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter umumnya dianggap sebagai kebijakan untuk mengelola sisi permintaan akan
barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Kedua kebijakan ini menyangkut
masalah pengelolaan permintaan dengan tujuan untuk mempertahankan produksi
nasional suatu perekonomian atau suatu negara yang mendekati kesempatan kerja
penuh (full employment) dan juga mempertahankan tingkat harga barang dan
jasa pada tingkat yang sudah tercapai sekarang.
Apabila terdapat kelebihan permintaan di atas penawaran akan dapat menimbulkan inflasi, sedangkan apabila terdapat kelebihan penawaran di atas permintaan akan terjadi deflasi dan pengangguran.
Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan dalam
perekonomian dengan menggunakan
kebijakan fiskal yaitu dengan cara meningkatkan dan mengurangi pengeluaran
pemerintah dan subsidi, meningkatkan dan mengurangi tingkat pajak, sedangkan
dengan kebijakan moneter pemerintah dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar, atau dengan
campuran dua kebijakan itu yaitu dengan mengubah pengeluaran, pengenaan
pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
Hubungan antara kebijakan moneter dengan kebijakan
fiskal dapat dilukiskan pada
gambar di bawah ini:
Pada gambar di atas, dapat di uraikan sebagai
berikut :
1.
Kebijakan moneter akan
mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga.
2.
Kedua pasar tersebut akan
menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan mempengaruhi permintaan
agregat.
3.
Kebijakan fiskal akan
mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat dan penawaran agregat.
4.
Pada gilirannya
permintaan agregat dan penawaran agregat itu akan menentukan
keadaan di pasar barang dan jasa.
5.
Kondisi pasar barang dan
jasa itu akan menentukan tingkat harga dan pengerjaan dari faktor-faktor produksi.
6.
Selanjutnya tingkat harga
dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang diharapkan.
7.
Keduanya akan mempunyai umpan balik yaitu
terhadap permintaan agregat, dan upah
harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar uang
serta pasar surat berharga.
a.
Kebijakan
Fiskal
Kebijakan fiskal adalah
kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan cara memanipulasi anggaran
pendapatan dan belanja negara, artinya pemerintah dapat meningkatkan atau
menurunkan pendapatan negara atau belanja negara dengan tujuan untuk
mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pendapatan nasional. Pada umumnya pemerintah akan berusaha menentukan target belanja Negara, kemudian menentukan tingkat pendapatannya
paling tidak dapat menutup seluruh
anggaran belanja yang telah ditetapkan tersebut. Pada umumnya sangat
sulit bagi negara yang sedang berkembang untuk menyesuaikan pengeluaran atau belanja negara terhadap pendapatannya. Hal
ini disebabkan oleh adanya pendapatan negara yang umumnya masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk menyediakan
barang dan jasa serta membelanjai keperluan lain sangat besar. Adapun
pengeluaran pemerintah itu dapat dibedakan menjadi pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure),
dan pengeluaran transfer (transfer expenditure) seperti subsidi, bantuan
bencana alam dan sebagainya. Di bagian depan telah disebutkan bahwa dampak dari
kedua macam pengeluaran pemerintah itu tidak sama, karena masing-masing jenis pengeluaran atau belanja pemerintah itu
memiliki koefisien pengganda yang berlainan, walaupun keduanya memiliki
dampak positif terhadap pendapatan nasional.
b.
Kebijakan Moneter
Kebijakan moneter
merupakan kebijakan yang mempengaruhi permintaan dan penawaran akan uang guna menjamin kestabilan ekonomi. Adapun kebijakan moneter ini secara umum dibedakan
menjadi kebijakan uang ketat (tight
money policy) dan kebijakan uang longgar (easy money policy). Selanjutnya instrumen dari kebijakan itu dapat
dibedakan menjadi tiga macam instrumen yaitu :
a. Kebijakan
atau politik pasar terbuka (open market operation)
b. Kebijakan
atau politik diskonto (rediscount policy)
c. Kebijakan
atau politik deking perbankan (legal reserve requirement)
a) Kebijakan pasar terbuka
Kebijakan
moneter dengan pasar terbuka ini digunakan untuk menambah atau mengurangi
jumlah uang yang beredar dengan cara pemerintah dalam hal ini bank sentral turut serta dalam jual beli surat
berharga. Kalau pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka ia
membeli surat berharga di pasar modal. Sedangkan kalau pemerintah bermaksud
mengurangi jumlah uang yang beredar, maka ia menjual surat berharga.
b) Kebijakan diskonto
Dalam kebijakan
diskonto ini, pemerintah yaitu bank sentral menentukan tingkat atau suku bunga kredit terhadap dana yana dipinjam oleh
bank-bank umum dari bank
sentral. Kemudian bank umum dalam memberikan kredit kepada nasabah harus memungut bunga pinjaman pula.
Supaya bank umum tidak menderita rugi maka ia harus memungut bunga dengan suku
bunga yang lebih tinggi daripada suku bunga yang dikenakan oleh bank sentral
terhadap bank umum.
c) Kebijakan deking atau cadangan perbankan
Bank sentral sebagai banknya bank dapat mengatur bank-bank lain
dalam melakukan usahanya, khususnya dalam
hal yang berkaitan dengan pengendalian kestabilan ekonomi. Bank umum dalam memberikan kredit kepada para nasabah harus mengingat ketentuan yang diberikan oleh pemerintah yaitu bank sentral. Bank umum dalam
memberikan kredit harus dideking dengan sejumlah kekayaan tertentu,
seperti emas, valuta asing sertifikat bank Indonesia dan deposito berjangka dan
uang inti.
III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas
mengenai macam dan sebab, serta cara menanggulangi inflasi,
kita telah menahami bahwa inflasi pada tingkat yang rendah akan berfungsi
mendorong perkembangan perekonomian, sedangkan inflasi pada laju yang tinggi justru akan
menghambat perkembangan perekonomian. Inflasi dapat disebabkan oleh tarikan
permintaan yang biasanya timbul karena
meningkatnya anggaran defisit pemerintah, dan dapat pula dikarenakan oleh
meningkatnya biaya produksi karena desakan kenaikan upah tenaga kerja
oleh para organisasi buruh.
Terdapat suatu trade-off
antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu bila tingkat inflasi
ditekan, tingkat pengangguran meningkat; sebaliknya bila tingkat pengangguran ditekan tingkat inflasi akan menjadi lebih
cepat; padahal kedua
keadaan itu sama-sama tidak menyenangkan bagi masyarakat.
Inflasi yang sudah
berkembang cepat perlu ditanggulangi karena akan merusak struktur
perekonomian, dan inflasi dapat ditanggulangi secara cepat, namun dibarengi dengan timbulnya angka pengangguran yang tinggi, dan alternatif lain
inflasi dapat ditanggulangi secara perlahan, tetapi penyembuhan inflasi menjadi tidak jelas walaupun dibarengi
dengan tingkat pengangguran yang rendah. Tindakan yang diambil dapat dengan
mengurangi jumlah uang yang beredar, dengan himbauan, dan dapat pula
dengan insentif perpajakan dan kebijakan penghematan, atau dengan campuran dari
semua kebijakan itu.
DAFTAR PUSTAKA
Suparmoko, M. 1991. Pengantar Ekonomika
Makro. BPFE. Yogyakarta
www.google.com
http://www.scribd.com/doc/51363513/PENGANGGURAN-INFLASI-DAN-KEBIJAKAN-PEMERINTAH-mega-Puspita-sari-UIN-bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar