Minggu, 15 September 2013

Pengangguran, Inflasi dan Kebijakan Pemerintah



Tugas Makro Ekonomi

PENGANGGURAN, INFLASI DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH

OLEH:
KELOMPOK 9
·       ASDIAN                                                   
·       ASRIANI                                                   
·       ASYUYUN                                                         
·       ILMAWATI
·       MAKMUR
·       NURFITRIANI SYAM
·       TRI WULANDARI
·       WIWIN WITRIANI




BAB I
PENDAHULUAN
Dalam indikator ekonomi makro ada tiga hal terutama yang menjadi pokok permasalahan ekonomi makro. Pertama, masalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi dapat dikategorikan baik jika angka pertumbuhan positif dan bukannya negatif. Kedua, masalah inflasi. Inflasi adalah indikator pergerakan harga-harga barang dan jasa secara umum, yang secara bersamaan juga berkaitan dengan kemampuan daya beli.
Inflasi mencerminkan stabilitas harga, semakin rendah nilai suatu inflasi berarti semakin besar adanya kecenderungan ke arah stabilitas harga. Namun masalah inflasi tidak hanya berkaitan dengan melonjaknya harga suatu barang dan jasa. Inflasi juga sangat berkaitan dengan purchasing power atau daya beli dari masyarakat. Sedangkan daya beli masyarakat sangat bergantung kepada upah riil. Inflasi sebenarnya tidak terlalu bermasalah jika kenaikan harga dibarengi dengan kenaikan upah riil.
Masalah ketiga adalah pengangguran. Memang masalah pengangguran telah menjadi momok yang begitu menakutkan khususnya di negara-negara berkembang seperti di Indonesia. Negara berkembang seringkali dihadapkan dengan besarnya angka pengangguran karena sempitnya lapangan pekerjaan dan besarnya jumlah penduduk.
Sempitnya lapangan pekerjaan dikarenakan faktor kelangkaan modal untuk berinvestasi. Masalah pengangguran itu sendiri tidak hanya terjadi dinegara-negara berkembang namun juga dialami oleh negara-negara maju. Namun masalah pengangguran di negara-negara maju jauh lebih mudah terselesaikan daripada di negara-negara berkembang karena hanya berkaitan dengan pasang surutnya business cycle dan bukannya karena faktor kelangkaan investasi, masalah ledakan penduduk, ataupun masalah sosial politik di negara tersebut.
Melalui makalah inilah kami mencoba untuk mengangkat masalah pengangguran dengan segala dampaknya di Indonesia yang menurut pengamatan kami sudah semakin memprihatinkan terutama ketika negara kita terkena imbas dari krisis ekonomi sejak tahun 1997 .




















BAB II
PEMBAHASAN
1. PENGANGGURAN

A. Pengertian Pengangguran
Pengangguran adalah orang yang masuk dalam angkatan kerja (15 sampai 64 tahun) yang sedang mencari pekerjaan dan belum mendapatkannya. Orang yang tidak sedang mencari kerja, contohnya seperti ibu rumah tangga, siswa sekolah smp, sma, mahasiswa perguruan tinggi, dan lain sebagainya yang karena sesuatu hal tidak/belum membutuhkan pekerjaan.

B. Rumus Menghitung Tingkat Pengangguran
Untuk mengukur tingkat pengangguran pada suatu wilayah bisa didapat dari presentase membagi jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja.
Rounded Rectangle: Tingkat Pengangguran = Jumlah pengangguran/ Jumlah Angkatan Kerja x 100%.


 




C. Jenis- Jenis Pengangguran
a. Menurut faktor penyebabnya, terbagi atas :
1.      Pengangguran Friksional / Frictional Unemployment
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerjaan.
2.      Pengangguran Struktural / Structural Unemployment
Pengangguran struktural adalah keadaan di mana penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
3.      Pengangguran Musiman / Seasonal Unemployment
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus menganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, tukang jualan duren yang menanti musim durian, dll.
4.      Pengangguran Siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.

b. Menurut jam kerja, terbagi atas :
1)      Pengangguran terbuka adalah pengangguran yang benar-benar terlihat menganggurnya, tidak ada pekerjaan sama sekali.
2)      Setengah pengangguran, terdiri atas pengangguran sukarela (voluntary unemployment) dan dukalara (involuntary unemployment). Pengangguran sukarela adalah pengangguran yang menganggur untuk sementara waktu karena ingin mencari pekerjaan lain yang lebih baik. Sedangkan, pengangguran dukalara adalah pengangguran yang menganggur karena sudah berusaha mencari pekerjaan namun belum berhasil mendapatkan kerja.

c. Menurut ciri-cirinya, terdiri atas :
1)      Pengangguran terbuka;
2)      Pengangguran tersembunyi;
3)      Pengangguran musiman;
4)      Setengah menganggur. 

D. Beberapa hal yang menyebabkan pengangguran antara lain:
a)    Penduduk yang relatif banyak; 
b)   Pendidikan dan keterampilan yang rendah;
c)    Angkatan kerja tidak dapat memenuhi persyaratan yang diminta dunia kerja;
d)   Teknologi yang semakin modern;
e)    Pengusaha yang selalu mengejar keuntungan dengan cara melakukan penghematan-penghematan;
f)    Penerapan rasionalisasi;
g)   Adanya lapangan kerja yang dengan dipengaruhi musim;
h)   Ketidakstabilan perekonomian, politik dan keamanan suatu negara.
 
2. INFLASI
A. Pengertian
Inflasi adalah suatu keadaan di mana terdapat kenaikan harga umum secara terus-menerus. Jadi bukan harga satu atau dua macan barang saja, melainkan kenaikan harga dari sebagian besar barang dan jasa, dan pula bukan hanya satu atau dua kali kenaikan harga, melainkan kenaikan harga secara terus-menerus.
Untuk mengetahui tinggi rendahnya kenaikan harga atau laju kecepatan inflasi itu seringkali digunakan indeks harga. Selain itu, untuk meneliti laju inflasi biasanya macam barang dikelompokkan menjadi kelompok pangan, sandang, papan dan lain-lain. Semua kelompok barang tersebut mengalami kenaikan harga yang ditunjukkan oleh kenaikan angka indeks harga masing-masing.
Pembedaan inflasi atas parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan. Apabila inflasi itu ringan, biasanya justru mempunyai pengaruh yang positif dalam arti dapat mendorong perekonomian untuk berkembang lebih baik yaitu meningkatkan pendapatan nasional dan membuat orang menjadi bergairah bekerja atau ada insentif untuk bekerja, menabung, maupun mengadakan investasi.
Sebaliknya, dalam masa inflasi yang parah yaitu pada saat terjadi hiperinflasi, keadaan perekonomian menjadi kacau balau. Dan perekonomian menjadi lesu, orang banyak tidak bersemangat, menabung, maupun mengadakan investasi dan produksi. Tabungan akan semakin lenyap, dan digantikan dengan hoarding, yaitu menyimpan dalam bentuk barang dan bukan uang.
Sebagai akibat keseluruhan, jumlah barang dan jasa menjadi semakin langka dalam perekonomian, sehingga harga tidak menjadi semakin reda kenaikannya, tetapi justru akan menjadi semakin cepat, dan perekonomian menjadi semakin parah keadaannya. Nilai uang merosot terus, dan karena itu uang semakin tidak berharga sehingga begitu diterima terus dibelanjakan lagi. Keadaan ini akan semakin memperparah perekonomian.

B. Tiga aspek penting dalam definisi inflasi, yaitu sebagai berikut:
a)      Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi/actual pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
b)      Peningkatan harga tersebut berlangsung secara terus-menerus, yang berarti bukan terjadi pada suatu waktu saja.
c)      Mencakup pengertian tingkat harga umum, yang berati tingkat harga yang meningkat bukan hanya pada satu waktu atau beberapa komoditas saja.

C. Faktor-faktor yang menyebabkan inflasi sebagai berikut:
a)      Tingkat pengeluaran agregat yang melebihi kemampuan perusahaan untuk menghasilkan barang dan jasa.
b)      Tuntutan kenaikan upah dari pekerja.
c)      Penambahan penawaran uang dengan cara mencetak uang baru.
d)     Kekacauan politik dan ekonomi seperti yang pernah terjadi di Indonesia tahun 1998. Akibatnya angka inflasi mencapai 70%.
 
D. Indeks Harga Konsumen dan Macam Inflasi
a)      Indeks Harga Konsumen (IHK)
Indeks harga konsumen adalah ukuran rata-rata perubahan harga dari suatu paket komoditas (commodity packet) dalam suatu kurun waktu tertentu atau antar waktu. Tujuan penghitungan IHK adalah sebagai berikut.
a.       Mengetahui perkembangan harga barang dan jasa yang tergantung pada diagram timbangan IHK.
b.      Sebagai pedoman untuk menentukan suatu kebijaksanaan yang akan datang, terutama di bidang pembangunan ekonomi.
c.       Sebagai penghitungan penyesuaian Upah Minimum Kabupaten (UMK)
d.      Mempermudah pemantauan supply dan demand khususnya barang kebutuhan masyarakat yang ada di pasar.

b)      Macam Inflasi
·      Berdasarkan laju pertumbuhan Indeks Harga Konsumsi (IHK) atau menurut berdasarkan parah tidaknya inflasi terbagi atas :
1.      Inflasi ringan (kurang dari 10% per tahun)
2.      Inflasi sedang (antara 10-30% per tahun)
3.      Inflasi berat (antara 30-100% per tahun)
Pembedaan inflasi atas parah tidaknya berguna untuk melihat dampak dari inflasi yang bersangkutan.
·      Berdasarkan dari penyebabnya, inflasi terbagi atas :
1)   Inflasi permintaan (demand pull inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya tarikan permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga mendorong harga untuk meningkat. Tarikan permintaan ini biasanya disebabkan oleh adanya pembelanjaan defisit atau anggaran belanja pemerintah yang defisit (deficit financing).
Gambar 1.1
2)   Inflasi penawaran (cost push inflation) adalah inflasi yang ditimbulkan karena desakan kenaikan biaya produksi, terutama kenaikan biaya tenaga kerja atau upah buruh.
Gambar 1.2
3)   Inflasi spiral (spiral inflation) adalah inflasi yang disebabkan oleh kenaikan harga yang didorong oleh kenaikan upah, dan diikuti oleh kenaikan harga lagi, dan diikuti oleh kenaikan upah lagi.
4)   Inflasi Impor atau Imported Inflation. Inflasi jenis ini terjadi karena pengaruh inflasi dari luar negeri, yaitu akibat adanya perdagangan antar Negara.

E. Kurva Phillips
Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu bila tingkat pengangguran tinggi, laju inflasi rendah; sedangkan bila tingkat pengangguran rendah, laju inflasi tinggi. Keadaan ini pertama kali dikemukakan oleh A.W. Phillips pada tahun 1958 yang mulanya melukiskan hubungan antara tingkat perubahan upah dengan tingkat perubahan kesempatan kerja.
Kurva Phillips ini memiliki tiga ciri yaitu :
1. Mempunyai lereng yang negatif , sehingga kurva ini turun dari kiri atas ke kanan bawah.
2. Kurva Phillips mempunyai intersep pada sumbu horizontal pada tingkat pengangguran natural, di mana pada saat itu tingkat inflasi sama dengan nol.
3. Kurva ini menunjukkan tanggapan tingkat pengangguran terhadap perubahan tingkat inflasi. Ini ditunjukkan oleh besar kecilnya lereng kurva Phillips tersebut.







Gambar 1.3
            Kurva Phillips ini tidak selalu tetap letaknya, tetapi seperti pendapat Friedman dan Phelps, bahwa kurva Phillips tidak menunjukkan suatu hubungan jangka panjang yang stabil. Kurva Phillips itu akan bergeser ke luar bila pengambil keputusan mencoba mempertahankan tingkat pengangguran di bawah tingkat pengangguran natural, dan sebaliknya bila tingkat pengangguran dibiarkan berada di atas tingkat pengangguran natural, maka kurva Phillips akan bergeser ke bawah. Selanjutnya Friedman dan Phelps seperti halnya dengan Phillips sendiri menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat pengangguran semakin cepat kenaikan tingkat upah dan harga; dan semakin tinggi inflasi akan semakin cepat pada kenaikan tingkat upah.

F. Kebijakan Penanggulangan Inflasi
Menurut kaum Klasik maupun Keynes, inflasi tidak hanya berkaitan dengan uang beredar, tetepi juga dengan jumlah barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Oleh karena itu, untuk menanggulangi inflasi yang utama ialah menekan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar atau mengurangi jumlah uang yang beredar. Cara ini dapat di tempuh dengan berbagai kebijakansebagai berikut:
1.      Kebijakan bertahap (gradual approach) yaitu menghendaki pengurangan laju pertumbuhan jumlah uang yang beredar. Tindakan ini akan mengurangi laju peningkatan harga, tetapi juga akan menambah tingkat pengangguran.
2.      Kebijakan drastis (cold turkey approach) yaitu menghendaki pengurangan jumlah uang beredar secara drastis, pengambil kebijakan berusaha menghilangkan inflasi secara cepat, namun dengan pendekatan ini peningkatan jumlah pengangguran menjadi lebih besar.
3.      Kebijakan penghasilan (income policy) yaitu menghendaki adanya penekanan tingkat upah secara cepat baik dengan perundang-undangan atau dengan himbauan. Jadi kebijakan penghasilan adalah kebijakan yang mencoba mengurangi kenaikan tingkat upah dan tingkat harga secara cepat.
4.      Kebijakan insentif perpajakan (tax incentive plan), dalam kebijakan ini pemerintah mengenakana pajak tambahan terhadap perusahaan-perusahaan yang menaikkan tingkat upah, dan justru mengurangi pajak terhadap perusahaan yang tidak melakukan kenaikan tingkat upah.

 
3. Kebijakan Pemerintah
Kebijakan fiskal dan kebijakan moneter umumnya dianggap sebagai kebijakan untuk mengelola sisi permintaan akan barang dan jasa dalam suatu perekonomian. Kedua kebijakan ini menyangkut masalah pengelolaan permintaan dengan tujuan untuk mempertahankan produksi nasional suatu perekonomian atau suatu negara yang mendekati kesempatan kerja penuh (full employment) dan juga mempertahankan tingkat harga barang dan jasa pada tingkat yang sudah tercapai sekarang. Apabila terdapat kelebihan permintaan di atas penawaran akan dapat menimbulkan inflasi, sedangkan apabila terdapat kelebihan penawaran di atas permintaan akan terjadi deflasi dan pengangguran.
Pemerintah dapat mempengaruhi permintaan dalam perekonomian dengan menggunakan kebijakan fiskal yaitu dengan cara meningkatkan dan mengurangi pengeluaran pemerintah dan subsidi, meningkatkan dan mengurangi tingkat pajak, sedangkan dengan kebijakan moneter pemerintah dapat mengurangi atau menambah jumlah uang yang beredar, atau dengan campuran dua kebijakan itu yaitu dengan mengubah pengeluaran, pengenaan pajak ataupun jumlah uang yang beredar secara bersama-sama.
Hubungan antara kebijakan moneter dengan kebijakan fiskal dapat dilukiskan pada gambar di bawah ini:
Pada gambar di atas, dapat di uraikan sebagai berikut :
1.      Kebijakan moneter akan mempengaruhi pasar uang dan pasar surat berharga.
2.      Kedua pasar tersebut akan menentukan tinggi rendahnya tingkat bunga, dan tingkat bunga akan mempengaruhi permintaan agregat.
3.      Kebijakan fiskal akan mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat dan penawaran agregat.
4.      Pada gilirannya permintaan agregat dan penawaran agregat itu akan menentukan keadaan di pasar barang dan jasa.
5.      Kondisi pasar barang dan jasa itu akan menentukan tingkat harga dan pengerjaan dari faktor-faktor produksi.
6.      Selanjutnya tingkat harga dan kesempatan kerja akan menentukan tingkat pendapatan dan tingkat upah yang diharapkan.
7.      Keduanya akan mempunyai umpan balik yaitu terhadap permintaan agregat, dan upah harapan mempunyai umpan balik terhadap penawaran agregat dan pasar uang serta pasar surat berharga.

 
a.      Kebijakan Fiskal
Kebijakan fiskal adalah kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan cara memanipulasi anggaran pendapatan dan belanja negara, artinya pemerintah dapat meningkatkan atau menurunkan pendapatan negara atau belanja negara dengan tujuan untuk mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat pendapatan nasional. Pada umumnya pemerintah akan berusaha menentukan target belanja Negara, kemudian menentukan tingkat pendapatannya paling tidak dapat menutup seluruh anggaran belanja yang telah ditetapkan tersebut. Pada umumnya sangat sulit bagi negara yang sedang berkembang untuk menyesuaikan pengeluaran atau belanja negara terhadap pendapatannya. Hal ini disebabkan oleh adanya pendapatan negara yang umumnya masih sangat rendah, sedangkan kebutuhan untuk menyediakan barang dan jasa serta membelanjai keperluan lain sangat besar. Adapun pengeluaran pemerintah itu dapat dibedakan menjadi pengeluaran untuk pembelian barang dan jasa (exhaustive expenditure), dan pengeluaran transfer (transfer expenditure) seperti subsidi, bantuan bencana alam dan sebagainya. Di bagian depan telah disebutkan bahwa dampak dari kedua macam pengeluaran pemerintah itu tidak sama, karena masing-masing jenis pengeluaran atau belanja pemerintah itu memiliki koefisien pengganda yang berlainan, walaupun keduanya memiliki dampak positif terhadap pendapatan nasional.
 
b.    Kebijakan Moneter 
Kebijakan moneter merupakan kebijakan yang mempengaruhi permintaan dan penawaran akan uang guna menjamin kestabilan ekonomi. Adapun kebijakan moneter ini secara umum dibedakan menjadi kebijakan uang ketat (tight money policy) dan kebijakan uang longgar (easy money policy). Selanjutnya instrumen dari kebijakan itu dapat dibedakan menjadi tiga macam instrumen yaitu :
a. Kebijakan atau politik pasar terbuka (open market operation)
b. Kebijakan atau politik diskonto (rediscount policy)
c. Kebijakan atau politik deking perbankan (legal reserve requirement)

a) Kebijakan pasar terbuka
Kebijakan moneter dengan pasar terbuka ini digunakan untuk menambah atau mengurangi jumlah uang yang beredar dengan cara pemerintah dalam hal ini bank sentral turut serta dalam jual beli surat berharga. Kalau pemerintah ingin menambah jumlah uang yang beredar, maka ia membeli surat berharga di pasar modal. Sedangkan kalau pemerintah bermaksud mengurangi jumlah uang yang beredar, maka ia menjual surat berharga.

b) Kebijakan diskonto
Dalam kebijakan diskonto ini, pemerintah yaitu bank sentral menentukan tingkat atau suku bunga kredit terhadap dana yana dipinjam oleh bank-bank umum dari bank sentral. Kemudian bank umum dalam memberikan kredit kepada nasabah harus memungut bunga pinjaman pula. Supaya bank umum tidak menderita rugi maka ia harus memungut bunga dengan suku bunga yang lebih tinggi daripada suku bunga yang dikenakan oleh bank sentral terhadap bank umum.

c) Kebijakan deking atau cadangan perbankan
Bank sentral sebagai banknya bank dapat mengatur bank-bank lain dalam melakukan usahanya, khususnya dalam hal yang berkaitan dengan pengendalian kestabilan ekonomi. Bank umum dalam memberikan kredit kepada para nasabah harus mengingat ketentuan yang diberikan oleh pemerintah yaitu bank sentral. Bank umum dalam memberikan kredit harus dideking dengan sejumlah kekayaan tertentu, seperti emas, valuta asing sertifikat bank Indonesia dan deposito berjangka dan uang inti.






















III. PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai uraian diatas mengenai macam dan sebab, serta cara menanggulangi inflasi, kita telah menahami bahwa inflasi pada tingkat yang rendah akan berfungsi mendorong perkembangan perekonomian, sedangkan inflasi pada laju yang tinggi justru akan menghambat perkembangan perekonomian. Inflasi dapat disebabkan oleh tarikan permintaan yang biasanya timbul karena meningkatnya anggaran defisit pemerintah, dan dapat pula dikarenakan oleh meningkatnya biaya produksi karena desakan kenaikan upah tenaga kerja oleh para organisasi buruh.
Terdapat suatu trade-off antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran, yaitu bila tingkat inflasi ditekan, tingkat pengangguran meningkat; sebaliknya bila tingkat pengangguran ditekan tingkat inflasi akan menjadi lebih cepat; padahal kedua keadaan itu sama-sama tidak menyenangkan bagi masyarakat.
Inflasi yang sudah berkembang cepat perlu ditanggulangi karena akan merusak struktur perekonomian, dan inflasi dapat ditanggulangi secara cepat, namun dibarengi dengan timbulnya angka pengangguran yang tinggi, dan alternatif lain inflasi dapat ditanggulangi secara perlahan, tetapi penyembuhan inflasi menjadi tidak jelas walaupun dibarengi dengan tingkat pengangguran yang rendah. Tindakan yang diambil dapat dengan mengurangi jumlah uang yang beredar, dengan himbauan, dan dapat pula dengan insentif perpajakan dan kebijakan penghematan, atau dengan campuran dari semua kebijakan itu.






DAFTAR PUSTAKA

Suparmoko, M. 1991. Pengantar Ekonomika Makro. BPFE. Yogyakarta

www.google.com

http://www.scribd.com/doc/51363513/PENGANGGURAN-INFLASI-DAN-KEBIJAKAN-PEMERINTAH-mega-Puspita-sari-UIN-bandung

Tidak ada komentar:

Posting Komentar