Mata Kuliah : Manajemen
Pemasaran
Kelas : MA3
Dosen : Sultan
Syah, S.E., M.M., A.K.
Oleh:
Kelompok VI
Asriani
Sukmawati
Ilmawati
Nurfitriani
Syam
Masriwati
Yulfayani
A. Sulfikar
SEKOLAH
TINGGI ILMU EKONOMI (STIE)
TRI DHARMA
NUSANTARA
MAKASSAR
2013
I. Pendahuluan
A. Latar Belakang
Istilah strategi
berasal dari kata Yunani strategeia (stratos = militer; dan ag
= memimpin), yang artinya seni atau ilmu untuk menjadi seorang jenderal. Konsep
ini relevan dengan situasi pada zaman dulu yang sering diwarnai perang, di mana
jenderal dibutuhkan untuk memimpin suatu angkatan perang agar dapat selalu
memenangkan perang. Strategi juga bisa diartikan sebagai suatu rencana untuk
pembagian dan penggunaan kekuatan militer dan material pada daerah-daerah
tertentu untuk mencapai tujuan tertentu. Strategi militer didasarkan atas
pemahaman akan kekuatan dan penempatan posisi lawan, karakteristik fisik medan
perang, kekuatan dan karakter sumber daya yang tersedia, sikap orang-orang yang
menempati teritorial tertentu, serta antisipasi terhadap setiap perubahan yang
mungkin terjadi.
Konsep strategi
militer seringkali diadaptasi dan diterapkan dalam dunia bisnis, misalnya
konsep Sun Tzu, Hannibal, dan Carl von Clausewitz. Dalam konteks bisnis,
strategi menggambarkan arah bisnis yang mengikuti lingkungan yang dipilih dan
merupakan pedoman untuk mengalokasikan sumber daya dan usaha suatu organisasi.
Setiap organisasi membutuhkan strategi manakala menghadapi situasi berikut
(Jain, 1990):
1.
sumber
daya yang dimiliki terbatas;
2.
ada
ketidakpastian mengenai kekuatan bersaing organisasi;
3.
komitmen
terhadap sumber daya tidak dapat diubah lagi;
4.
keputusan-keputusan
harus dikoordinasikan antar bagian sepanjang waktu;
5.
ada
ketidakpastian mengenai pengendalian inisiatif.
Menurut
Stoner, Freeman, dan Gilbert Jr. (1995), konsep strategi dapat didefinisikan
berdasarkan dua perspektif yang berbeda, yaitu (1) dari perspektif apa yang
suatu organisasi ingin lakukan (intends to do), dan (2) dari perspektif
apa yang organisasi akhirnya lakukan (eventually does).
Berdasarkan
perspektif yang pertama, strategi dapat didefinisikan sebagai program untuk
menentukan dan mencapai tujuan organisasi dan mengimplementasikan misinya.
Makna yang terkandung dari strategi ini adalah bahwa para manajer memainkan
peran yang aktif, sadar dan rasional dalam merumuskan strategi organisasi.
Dalam lingkungan yang turbulen dan selalu mengalami perubahan, pandangan ini
lebih banyak diterapkan.
Sedangkan
berdasarkan perspektif kedua, strategi didefinisikan sebagai pola tanggapan
atau respon organisasi terhadap lingkungannya sepanjang waktu. Pada definisi
ini, setiap organisasi pasti memiliki strategi, meskipun strategi tersebut
tidak pernah dirumuskan secara eksplisit. Pandangan ini diterapkan bagi para
manajer yang bersifat reaktif, yaitu hanya menanggapi dan menyesuaikan diri
terhadap lingkungan secara pasif manakala dibutuhkan.
Pernyataan
strategi secara eksplisit merupakan kunci keberhasilan dalam menghadapi
perubahan lingkungan bisnis. Strategi merupakan kesatuan arah semua anggota
organisasi. Bila konsep strategi tidak jelas, maka keputusan yang diambil akan
bersifat subyektif atau berdasarkan intuisi belaka dan mengabaikan keputusan
yang lain.
Lebih
lanjut dalam makalah ini, kami akan membahas mengenai strategi produk untuk
lebih memahami mengenai produk dan strategi yang digunakan untuk memasarkan
produk.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apa
pengertian produk?
2.
Bagaimanakah
klasifikasi produk?
3.
Apa
itu lini produk dan bauran produk?
4.
Bagaimanakah
proses perencanaan strategi produk dan bagaimana pengelompokannya?
II. Pembahasan
A.
Pengertian Produk
Produk merupakan segala sesuatu yang
dapat ditawarkan produsen untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli,
digunakan, atau dikonsumsi pasar sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan
pasar yang bersangkutan. Produk yang ditawarkan tersebut meliputi barang fisik
(seperti sepeda motor, komputer, TV, buku teks), jasa (restoran, penginapan,
transportasi), orang atau pribadi (Madonna, Tom Hanks, Michael Jordan), tempat
(Pantai Kuta, Danau Toba), organisasi (Ikatan Akuntan Indonesia, Pramuka, PBB),
dan ide (Keluarga Berencana). Jadi, produk bisa berupa manfaat tangible (berwujud)
maupun intangible (tidak berwujud) yang dapat memuaskan pelanggan.
Secara konseptual, produk adalah
pemahaman subyektif dari produsen atas ‘sesuatu’ yang bisa ditawarkan sebagai
usaha untuk mencapai tujuan organisasi melalui pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen, sesuai dengan kompetensi dan kapasitas organisasi serta
daya beli pasar. Selain itu, produk dapat pula didefinisikan sebagai persepsi
konsumen yang dijabarkan oleh produsen melalui hasil produksinya. Secara lebih
rinci, konsep produk total meliputi barang, konsumen, merek, label, pelayanan,
dan jaminan.
Dalam merencanakan penawaran atau
produk, pemasar perlu memahami lima tingkatan produk, yaitu:
1.
Produk
utama/inti (core benefit), yaitu manfaat yang sebenarnya dibutuhkan dan
akan dikonsumsi oleh pelanggan dari setiap produk. Dalam bisnis perhotelan,
manfaat utama yang dibeli para tamu adalah ‘istirahat dan tidur’. Untuk
bioskop, para penonton sesungguhnya membeli ‘hiburan’.
2.
Produk
generik, yaitu produk dasar yang mampu memenuhi fungsi produk yang paling dasar
(rancangan produk minimal agar dapat berfungsi). Contohnya, hotel merupakan
suatu bangunan yang memiliki banyak ruangan untuk disewakan.
3.
Produk
harapan (expected product), yaitu produk formal yang ditawarkan dengan
berbagai atribut dan kondisinya secara normal (layak) diharapkan dan disepakati
untuk dibeli. Sebagai contoh, tamu hotel mengharapkan tempat tidur yang bersih,
sabun dan handuk, air ledeng, telepon, lemari pakaian, dan ketenangan.
4.
Produk
pelengkap (augmented product), yakni berbagai atribut produk yang
dilengkapi atau ditambahi berbagai manfaat dan layanan, sehingga dapat
memberikan tambahan kepuasan dan bisa dibedakan dengan produk pesaing. Misalnya,
hotel bisa menambahakan fasilitas TV, shampo, bunga-bunga segar, check-in yang
cepat, check-out yang cepat, pelayanan kabar yang baik, dan lain-lain.
5.
Produk
potensial, yaitu segala macam tambahan dan perubahan yang mungkin dikembangkan
untuk suatu produk dimasa mendatang. Misalnya, hotel menambahkan fasilitas
layanan internet, perekam video dengan kaset videonya, sepiring buah-buahan
segar, dan sebagainya.
Setiap produk berkaitan secara hirarkis dengan produk-produk
tertentu lainnya. Hierarki produk ini dimulai dari kebutuhan dasar sampai
dengan item tertentu yang dapat memuaskan kebutuhan tersebut. Hierarki produk
terdiri atas tujuh tingkatan (Kotler, et al., 1996), yaitu:
1.
Need
family, yaitu kebutuhan inti/dasar yang
membentuk product family. Contoh, rasa aman.
2.
Product
family, yaitu seluruh kelas produk yang
dapat memuaskan suatu kebutuhan inti/dasar dengan tingkat efektivitas yang
memadai. Contohnya, tabungan dan penghasilan.
3.
Kelas
produk (product class), yaitu sekumpulan produk di dalam product
family yang dianggap memiliki hubungan fungsional tertentu. Misalnya,
instrumen finansial.
4.
Lini
produk (product line), yaitu sekumpulan produk di dalam sekumpulan kelas
produk yang berhubungan erat. Contohnya, asuransi jiwa. Hubungan yang erat ini
bisa dikarenakan salah satu dari empat faktor berikut, yaitu:
a. Fungsinya sama;
b. Dijual kepada kelompok konsumen yang sama;
c. Dipasarkan melalui saluran distribusi yang sama;
d. Harganya berada dalam skala yang sama.
5.
Tipe
produk (product type), yaitu item-item dalam suatu lini produk yang
memiliki bentuk tertentu dari sekian banyak kemungkinan bentuk produk. Misalnya
asuransi jiwa berjangka.
6.
Merek
(brand), yaitu nama yang dapat dihubungkan/ diasosiasikan dengan satu
atau lebih item dalam lini produk yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber
atau karakter item tersebut. Contohnya, Asuransi Bumiputera.
7.
Item, yaitu suatu unit khusus dalam suatu merek atau lini produk yang
dapat dibedakan berdasarkan ukuran, harga, penampilan, atau atribut lainnya.
Biasanya disebut pula stockkeeping unit atau varian produk. Misalnya,
Asuransi Jiwa Bumiputera yang dapat diperbaharui.
B.
Klasifikasi Produk
Klasifikasi produk bisa dilakukan
atas berbagai macam sudut pandang. Berdasarkan berwujud tidaknya, produk dapat
diklasifikasikan ke dalam dua kelompok utama, yaitu:
1.
Barang
Barang merupakan produk yang berwujud fisik sehingga bisa dilihat,
diraba, disentuh, dirasa, dipegang, disimpan, dipindahkan, dan perlakuan fisik
lainnya. Ditinjau dari aspek daya tahannya, terdapat dua macam produk, yaitu
barang tidak tahan lama (nondurable goods) dan barang tahan lama (durable
goods).
2.
Jasa
(service)
Jasa merupakan aktifitas, manfaat atau kepuasaan yang ditawarkan
untuk dijual. Contohnya bengkel reparasi, salon kecantikan, kursus, hotel,
lembaga pendidikan, dan lain-lain.
Selain
berdasarkan daya tahannya, produk umumnya juga diklasifikasikan berdasarkan
siapa konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi. Berdasarkan
kriteria ini, produk dapat dibedakan menjadi barang konsumen (consumer’s
goods) dan barang industri (industrial’s goods).
a)
Barang
konsumen adalah barang yang dikonsumsi untuk kepentingan konsumen akhir sendiri
(individu dan rumah tangga), bukan untuk tujuan bisnis. Umumnya barang konsumen
dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu convenience goods,
shooping goods, specially goods, dan unsought goods. Klasifikasi ini
didasarkan pada kebiasaan konsumen dalam berbelanja (Berkowitz, et al., 1992),
yang dicerminkan dalam tiga aspek berikut: 1) usaha yang dilakukan konsumen
sampai pada suatu keputusan pembelian; 2) atribut-atribut yang digunakan
konsumen dalam pembelian, dan 3) frekuensi pembelian.
a.
Convenience
goods merupakan barang yang pada umumnya
memiliki frekuensi pembelian tinggi (sering dibeli), dibutuhkan dalam waktu
segera, dan hanya memerlukan usaha yang minimum (sangat kecil) dalam
pembandingan dan pembeliannya. Contohnya: rokok, sabun, pasta gigi, baterai,
permen, dan surat kabar.
b.
Shooping
goods adalah barang-barang yang dalam
proses pemilihan dan pembeliannya dibandingkan oleh konsumen diantara berbagai
alternatif yang tersedia. Kriteria perbandingan tersebut meliputi, harga,
kualitas, dan model masing-masing barang. Contohnya: alat-alat rumah tangga,
pakaian, dan furniture.
c.
Specialty
goods adalah barang-barang yang memiliki
karakteristik dan/atau identifikasi merek yang unik dimana sekelompok konsumen
bersedia melakukan usaha khusus untuk membelinya. Umumnya jenis barang specialty
terdiri atas barang-barang mewah dengan merek dan model spesifik, seperti mobil
Lamborghini, pakaian yang dirancang oleh perancang terkenal (misalnya oleh
Christian Dior dan Versace), kamera Nikon, dan lain-lain.
d.
Unsought
goods merupakan barang-barang yang tidak
diketahui konsumen atau kalaupun sudah diketahui, tetapi pada umumnya belum
terpikirkan untuk membelinya.
b)
Barang
industri adalah barang-barang yang dikonsumsi oleh industriawan (konsumen
antara atau konsumen bisnis) untuk keperluan selain dikonsumsi langsung, yaitu:
1) untuk diubah, diproduksi menjadi barang lain kemudian dijual kembali (oleh
produsen); 2) untuk dijual kembali (oleh pedagang) tanpa dilakukan transformasi
fisik (proses produksi). Barang industri dapat diklasifikasikan berdasarkan
peranannya dalam proses produksi dan biaya relatifnya. Ada tiga kelompok barang
industri yang dapat dibedakan (Kotler, et al., 1996), yaitu:
a.
Materials
and parts, yang tergolong dalam kelompok ini
adalah barang-barang yang seluruhnya atau sepenuhnya masuk ke dalam produk
jadi.
b.
Capital
items adalah barang-barang tahan lama (long-lasting)
yang memberi kemudahan dalam mengembangkan dan/atau mengelola produk jadi.
c.
Supplies
and services, yang termasuk
dalam kelompok ini adalah barang-barang tidak tahan lama (short-lasting)
dan jasa yang memberi kemudahan dalam mengembangkan dan/atau mengelola
keseluruhan produk jadi.
C. Lini Produk dan Bauran Produk
Para pemasar harus
memahami kaitan diantara semua produk dalam organisasi mereka jika mereka ingin
mengkoordinasikan pemasaran keseluruhan produk tersebut. Beberapa konsep
berikut ini membantu menggambarkan hubungan antara produk-produk sebuah
organisasi. Sebuah butir produk adalah sebuah versi khusus dari sebuah produk
yang dapat dibedakan dari semua produk lain di organisasi yang bersangkutan,
misalnya, buku spiral untuk dua topik bermerek Five Star maupun Mead. Sebuah
lini produk mencakup sekelompok produk yang berkaitan erat dan yang dipandang
sebagai satu unit karena pertimbangan pemasaran, teknis, atau penggunaan akhir.
Semua buku spiral yang diproduksi oleh Mead merupakan salah satu lini produk
perusahaan itu. Untuk menghasilkan lini produk yang optimum, para pemasar harus
memahami sasaran pembelian. Butir-butir produk tertentu dalam sebuah lini
produk biasanya mencerminkan keinginan dari berbagai pasar sasaran atau
berbagai kebutuhan konsumen.
Bauran produk
adalah gabungan, atau keseluruhan, produk yang disediakan oleh organisasi
kepada pelanggannya. Misalnya, semua pasta gigi, deterjen, kopi, dan
produk-produk lain yang dibuat Procter & Gamble merupakan bauran produk
perusahaan itu. Kedalaman sebuah bauran produk diukur berdasarkan jumlah produk
yang berbeda yang ditawarkan dalam setiap lini produk. Lebar bauran produk
diukur berdasarkan jumlah lini produk yang ditawarkan perusahaan.
D. Proses Perencanaan Strategi
Proses perencanaan
strategi produk meliputi beberapa langkah, yaitu:
1.
Analisis
Produk
Analisis situasi dilakukan terhadap lingkungan internal dan
lingkungan eksternal. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan antara lain apakah
perusahaan dapat memanfaatkan peluang yang ditawarkan oleh lingkungan
eksternalnya melalui sumber daya yang dimiliki, seberapa besar permintaan
terhadap produk tertentu, dan seberapa besar kemampuan perusahaan untuk
memenuhi permintaan tersebut.
2.
Penentuan
Tujuan Produk
Selain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan, produk yang dihasilkan
perusahaan dimaksudkan pula untuk memenuhi atau mencapai tujuan perusahaan.
Dengan demikian, perlu dipertimbangkan apakah produk yang dihasilkan dapat
memberikan kontribusi bagi pencapaian tujuan perusahaan.
3.
Penentuan
Sasaran Pasar/Produk
Perusahaan dapat berusaha melayani pasar secara keseluruhan ataupun
melakukan segmentasi. Dengan demikian, alternatif yang dapat dipilih adalah
produk standar, customized product, maupun produk standar dengan
modifikasi.
4.
Penentuan
Anggaran
Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah penyusunan
anggaran. Anggaran ini bisa bermanfaat sebagai alat perencanaan, koordinasi,
sekaligus pengendalian.
5.
Penetapan
Strategi Produk
Dalam tahap ini, alternatif-alternatif strategi produk dianalisis
dan dinilai keunggulan dan kelemahannya, kemudian dipilih yang paling baik dan
layak untuk kemudian diterapkan.
6.
Evaluasi
Pelaksanaan Strategi
Aktivitas yang terakhir adalah evaluasi atau penilaian terhadap
pelaksanaan rencana yang telah disusun.
Secara garis
besar, strategi produk dapat dikelompokkan menjadi 8 jenis atau kategori,
yaitu:
a. Strategi Positioning Produk
Strategi
positioning merupakan strategi yang berusaha menciptakan diferensiasi yang unik
dalam benak pelanggan sasaran, sehingga terbentuk citra (image) merek
atau produk yang lebih unggul dibandingkan merek/produk pesaing. Paling tidak
ada tujuh pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan positioning, yaitu:
1)
Positioning
berdasarkan atribut, ciri-ciri atau manfaat bagi pelanggan (attribute
positioning), yaitu dengan jalan mengasosiasikan suatu produk dengan
atribut tertentu, karakteristik khusus, atau dengan manfaat bagi pelanggan.
2)
Positioning
berdasarkan harga dan kualitas (price and quality positioning), yaitu
positioning yang berusaha menciptakan kesan/citra berkualitas tinggi lewat
harga tinggi atau sebaliknya menekankan harga murah sebagai indikator nilai.
3)
Positioning
yang dilandasi aspek penggunaan atau aplikasi (use/application positioning).
Misalnya Yogurt diposisikan sebagai minuman yang menyehatkan.
4)
Positioning
berdasarkan pemakai produk (user positioning), yaitu mengaitkan produk
dengan kepribadian atau tipe pemakai.
5)
Positioning
berdasarkan kelas produk tertentu (product class positioning), misalnya
permen Kopiko yang diposisikan sebagai kopi dalam bentuk permen, bukan permen
rasa kopi.
6)
Positioning
berkenaan dengan pesaing (competitor positioning), yaitu dikaitkan
dengan posisi persaingan terhadap pesaing utama.
7)
Positioning
berdasarkan manfaat (benefit positioning), misalnya kamera Nikon’s
Lite-Touch memungkinkan pengambilan gambar standar dan panoramis dalam rol film
yang sama, sehingga memberikan manfaat dan kenyamanan dan kemampuan yang
beraneka ragam.
Adapun tujuan pokok strategi positioning adalah:
1)
Untuk
menempatkan dan memposisikan produk di pasar sehingga produk tersebut terpisah
atau berbeda dengan merek-merek yang bersaing.
2)
Untuk
memposisikan produk sehingga dapat menyampaikan beberapa hal pokok kepada para
pelanggan, yaitu what you stand for, what you are, dan how you
would like customers to evaluate you.
b. Strategi Repositioning Produk
Strategi ini
dibutuhkan bilamana terjadi salah satu dari empat kemungkinan berikut:
1)
Ada
pesaing yang masuk dan produknya diposisikan berdampingan dengan merek
perusahaan, sehingga membawa dampak buruk terhadap pangsa pasar perusahaan.
2)
Preferensi
konsumen telah berubah.
3)
Ditemukan
kelompok preferensi pelanggan baru, yang diikuti dengan pelaung yang
menjanjikan.
4)
Terjadi
kesalahan dalam positioning sebelumnya.
Strategi ini dilaksanakan dengan jalan meninjau kembali posisi
produk dan bauran pemasaran saat ini, serta berusaha mencari posisi baru yang
lebih tepat bagi produk tersebut. Tujuan strategi ini adalah untuk meningkatkan
kelangsungan hidup produk dan untuk mengoreksi kesalahan penetuan posisi
sebelumnya.
c.
Strategi Overlap Produk
Strategi ini adalah strategi pemasaran
yang menciptakan persaingan terhadap merek tertentu milik perusahaan sendiri.
Persaingan ini dibentuk melalui tiga cara, yaitu:
1)
Pengenalan
produk yang bersaing dengan produk yang sudah ada.
2)
Penggunaan
label pribadi (private labeling), yaitu menghasilkan suatu produk yang
menggunakan nama merek perusahaan lain. Umumnya hal ini banyak dijumpai di
supermarkat-supermarket.
3)
Menjual
komponen-komponen yang dipergunakan dalam produk perusahaan sendiri kepada para
pesaing. Faktor yang mendasarinya adalah keinginan untuk berproduksi pada
tingkat kapasitas penuh dan keinginan untuk mempromosikan permintaan primer.
Tujuan penerapan strategi ini adalah:
1)
Untuk
menarik lebih banyak pelanggan pada produk sehingga meningkatkan pasar
keseluruhan.
2)
Agar
dapat bekerja pada kapasitas penuh.
3)
Untuk
menjual kepada para pesaing, sehingga dapat merealisasikan skala ekonomi dan
pengurangan biaya.
d. Strategi Lingkup Produk
Strategi ini
berkaitan dengan perspektif terhadap bauran produk suatu perusahaan, misalnya jumlah
lini produk dan banyaknya item dalam setiap lini yang ditawarkan. Strategi ini
ditentukan dengan memperhitungkan misi keseluruhan dari unit bisnis. Perusahaan
dapat menerapkan strategi produk tunggal, strategi multi produk, atau strategi system-of-products.
Masing-masing strategi ini memiliki tujuan tersendiri, yaitu:
1)
Strategi
Produk Tunggal
Untuk meningkatkan skala ekonomis, efisiensi, dan daya saing dengan
jalan melakukan spesialisasi dalam satu lini produk saja.
2)
Strategi
Multiproduk
Untuk mengantisipasi risiko keusangan potensial suatu produk
tunggal dengan menambah beberapa produk lain.
3)
Strategi
System-of-Products
Untuk meningkatkan ketergantungan pelanggan terhadap produk
perusahaan sehingga mencegah pesaing masuk ke pasar. Strategi ini dapat
diwujudkan dengan menciptakan produk komplementer dan pelayanan purna jual.
Dengan demikian ada ikatan hubungan antara perusahaan dan pelanggannya.
e. Strategi Desain Produk
Strategi ini
berkaitan dengan tingkat standardisasi produk. Perusahaan memiliki tiga tiga
pilihan strategi, yaitu produk standar, customized product
(produk disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan pelanggan tertentu), dan
produk standar dengan modifikasi. Tujuan dari setiap strategi tersebut adalah:
1)
Produk
Standar
Untuk meningkatkan skala ekonomis perusahaan melalui produksi
massa.
2)
Customized Product
Untuk bersaing dengan produsen produksi massa (produk standar)
melalui fleksibilitas desain produk.
3)
Produk
Standar dengan Modifikasi
Untuk mengkombinasikan manfaat dari 2 strategi di atas.
f. Strategi Eliminasi Produk
Strategi eliminasi
produk dilaksanakan dengan jalan mengurangi komposisi portofolio produk yang
dihasilkan unit bisnis perusahaan, baik dengan cara memangkas jumlah produk
dalam suatu rangkaian/lini atau dengan jalan melepaskan suatu divisi atau
bisnis. Ada tiga alternatif dalam strategi ini, yaitu:
1)
Harvesting
Harvesting merupakan
strategi ‘memerah’ atau menyedot segala kemungkinan arus kas masuk selagi
produk yang bersangkutan masih ada.
2)
Penyederhanaan
Lini Produk
Dalam strategi ini lini produk dipangkas menjadi lebih sedikit dan
lebih mudah dikelola.
3)
Total-Line
Divestment
Strategi ini dilakukan dengan melepaskan produk yang tidak
berkembang atau tidak memenuhi rencana strategis perusahaan.
Tujuan utama
strategi eliminasi produk ini adalah untuk membentuk bauran/paduan produk yang
‘paling baik’ dan menyeimbangkan bisnis secara keseluruhan.
g. Strategi Produk Baru
Pengertian produk
baru dapat meliputi produk orisinil, produk yang disempurnakan, produk yang
dimodifikasi, dan merek baru yang dikembangkan melalui usaha riset dan
pengembangan. Selain itu jugan dapat didasarkan pada pandangan konsumen
mengenai produk tersebut, apakah baru bagi mereka atau tidak. Booz, Allen, dan
Hamilton mengidentifikasikan 6 kategori produk baru, berdasarkan ‘kebaruan’-nya
(newness) bagi perusahaan dan bagi pasar. Keenam kategori tersebut
adalah:
1)
Produk
yang benar-benar baru (baru bagi dunia)
2)
Lini
produk baru
3)
Tambahan
pada lini produk yang sudah ada
4)
Penyempurnaan
sebagai revisi terhadap produk yang sudah ada
5)
Repositioning
6)
Pengurangan
biaya.
Umumnya tujuan yang ingin dicapai dari penciptaan produk baru
adalah:
1)
Untuk
memenuhi kebutuhan baru dan memperkuat reputasi perusahaan sebagai inovator,
yaitu dengan menawarkan produk yang lebih baru daripada produk sebelumnya.
Dalam hal ini strategi produk baru merupakan strategi ofensif.
2)
Untuk
mempertahankan daya saing terhadap produk yang ada, yaitu dengan jalan
menawarkan produk yang dapat memberikan jenis kepuasan yang baru. Bentuknya
bisa tambahan terhadap lini produk yang sudah ada maupun revisi terhadap produk
yang telah ada. Dalam hal ini strategi produk baru merupakan strategi defensif.
Untuk mengembangkan produk baru diperlukan suatu proses sistematis
yang terdiri atas delapan tahap, yaitu pemunculan ide (ide generation),
penyaringan (screening), pengembangan dan pengujian konsep, strategi
pemasaran, analisis bisnis, pengembangan produk, uji pasar (market testing),
dan komersialisasi.
h. Strategi Diversifikasi
Diversifikasi
adalah upaya mencari dan mengembangkan produk atau pasar yan baru, atau
keduanya, dalam rangka mengejar pertumbuhan, peningkatan penjualan, profitabilitas,
dan fleksibilitas. Diversifikasi dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu:
1)
Diversifikasi
konsentris, di mana produk-produk baru yang diperkenalkan memiliki kaitan atau
hubungan dalam hal pemasaran atau teknologi dengan produk yang sudah ada.
2)
Diversifikasi
horisontal, di mana perusahaan menambah produk-produk baru yang tidak berkaitan
dengan produk yang telah ada, tetapi dijual kepada pelanggan yang sama.
3)
Diversifikasi
konglomerat, di mana produk-produk yang dihasilkan sama sekali baru, tidak
memiliki hubungan dalam hal pemasaran maupun teknologi dengan produk yang sudah
ada dan dijual kepada pelanggan yang berbeda.
Secara garis besar, strategi diversifikasi dikembangkan dengan
berbagia tujuan, diantaranya:
1)
Meningkatkan
pertumbuhan bila pasar/produk yang ada telah mencapai tahap kedewasaan dalam Product
Life Cycle (PLC).
2)
Menjaga
stabilitas, dengan jalan menyebarkan risiko fluktuasi laba.
3)
Meningkatkan
kredibilitas di pasar modal.
III. Penutup
Kesimpulan
Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan produsen
untuk diperhatikan, diminta, dicari, dibeli, digunakan, atau dikonsumsi pasar
sebagai pemenuhan kebutuhan atau keinginan pasar yang bersangkutan. Produk yang
ditawarkan tersebut meliputi barang fisik (seperti sepeda motor, komputer, TV,
buku teks), jasa (restoran, penginapan, transportasi), orang atau pribadi
(Madonna, Tom Hanks, Michael Jordan), tempat (Pantai Kuta, Danau Toba),
organisasi (Ikatan Akuntan Indonesia, Pramuka, PBB), dan ide (Keluarga
Berencana).
Klasifikasi produk bisa dilakukan atas berbagai macam sudut
pandang. Berdasarkan berwujud tidaknya, produk dapat diklasifikasikan ke dalam
dua kelompok utama, yaitu barang dan jasa (service). Selain berdasarkan
daya tahannya, produk umumnya juga diklasifikasikan berdasarkan siapa
konsumennya dan untuk apa produk tersebut dikonsumsi. Berdasarkan kriteria ini,
produk dapat dibedakan menjadi barang konsumen (consumer’s goods) dan
barang industri (industrial’s goods).
Para pemasar harus memahami kaitan
diantara semua produk dalam organisasi mereka jika mereka ingin
mengkoordinasikan pemasaran keseluruhan produk tersebut. Sebuah lini produk
mencakup sekelompok produk yang berkaitan erat dan yang dipandang sebagai satu
unit karena pertimbangan pemasaran, teknis, atau penggunaan akhir. Bauran
produk adalah gabungan, atau keseluruhan, produk yang disediakan oleh
organisasi kepada pelanggannya. Misalnya, semua pasta gigi, deterjen, kopi, dan
produk-produk lain yang dibuat Procter & Gamble merupakan bauran produk
perusahaan itu.
Proses
perencanaan strategi produk meliputi beberapa langkah, yaitu: a) Analisis
Produk; b) Penentuan Tujuan Produk; c) Penentuan Sasaran Pasar/Produk; d)
Penentuan Anggaran; e) Penetapan Strategi Produk; f) Evaluasi Pelaksanaan
Strategi.
Secara garis besar, strategi produk dapat dikelompokkan menjadi 8
jenis atau kategori, yaitu: a) Strategi Positioning Produk; b) Strategi
Repositioning Produk; c) Strategi Overlap Produk; d) Strategi Lingkup Produk;
e) Strategi Desain Produk; f) Strategi Eliminasi Produk; g) Strategi Produk
Baru; h) Strategi Diversifikasi
Daftar Pustaka
Tjiptono, Fandy. Strategi Pemasaran. Edisi 2; Yogyakarta:
Andi Offset, 1997.
Ferrell, Pride.
PEMASARAN: Teori & Praktek Sehari-hari, terj. Drs. Daniel Wirajaya,
edisi ketujuh. Cet. I; Jakarta: Binarupa Aksara, 1995.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar