1. PENDAHULUAN
Aneka peristiwa yang terjadi pada organisasi sosial, politik,
kebudayaan dan bisnis disekitar kita dapat menjadi rujukan yang kaya dengan contoh-contoh
konflik unjuk rasa, penolakan calon gubernur/legislatif, pertikaian masalah
kepemimpinan di perguruan tinggi, konflik antara mahasiswa dan rektor dan
sebagainya.
2. PENGERTIAN DAN PANDANGAN TERHADAP KONFLIK
·
Robbin (1991) menyatakan bahwa konflik adalah suatu
proses dengan mana usaha yang dilakukan oleh (A) untuk mengimbangi usaha-usaha
(B) dengan cara merintangi yang menyebabkan (B) frustrasi dalam mencapai tujuan
atau meningkatkan keinginannya.
·
Cara pandang terhadap konflik
Salah satu aliran pemikiran
menyatakan bahwa konflik itu harus dihindarkan , karena itu menunjukkan adanya
kerusakan fungsi dalam kelompok (pandangan tradisional/kuno).
3. JENIS, SEBAB, DAN AKIBAT KONFLIK
A.
Jenis-jenis Konflik
a) Konflik Intra
Individu yaitu konflik yang dihadapi atau di alami oleh individu dengan dirinya
sendiri karena adanya tekanan peran dan ekspektasi di luar yang berbeda dengan
keinginan atau harapannya. Contoh: A sebagai seorang pejabat perusahaan disuruh
oleh atasannya menjamu tamu perusahaan ke diskotik untuk minum-minum, padahal
ia amat religius dan tak pernah mengunjungi tempat-tempat hiburan seperti
diskotik.
b) Konflik Antar
Individu, yaitu konflik yang terjadi antara individu yang berada dalam satu
kelompok ataupun antara individu yang berada di kelompok yang berbeda. Contoh:
konflik antara X dan Y yang kebetulan bekerja pada bagian yang sama di sebuah
perusahaan.
c) Konflik Antar
Kelompok, yaitu konflik yang bersifat kolektif antara satu kelompok dengan
kelompok yang lain. Contoh: konflik antara kelompok kerja A dan kelompok kerja
B di dalam bagian yang sama, atau antara kelompok yang berbeda pada bagian yang
berbeda.
d) Konflik
Organisasi, yaitu konflik yang terjadi antara unit- unit organisasi yang dapat
bersifat struktural dan fungsional. Contoh yang klasik adalah konflik antara
fungsi staf dan fungsi lini, konflik antara bagian produksi dan bagian
pemasaran, atau konflik antara atasan dan bawahan.
B.
Sebab-sebab Konflik
Sebab-sebab terjadinya konflik ada
bermacam-macam. Beberapa sebab konflik terpenting adalah:
a) Saling
bergantungan (interdependence)
Saling
bergantung dalam pekerjaan terjadi jika dua kelompok organisasi atau lebih
saling membutuhkan satu sama lain dalam menyelesaikan tugas mereka. Potensi
konflik dalam situasi semacam ini cukup tinggi. Ada tiga macam situasi saling
bergantungan diantara kelompok yang perlu diketahui, yaitu:
a. Ketergantungan
yang dikelompokkan
Tiap-tiap
kelompok kerja sendiri-sendiri dan tidak memerlukan interaksi antara satu
kelompok dengan kelompok lainnya. Akan tetapi prestasi organisasi secara
keseluruhan akan ditentukan oleh prestasi kelompok-kelompok yang ada.
b. Ketergantungan
yang berurutan
Penyelesaian
tugas oleh kelompok yang satu akan menentukan pelaksanaan tugas oleh kelompok
berikutnya.
c. Ketergantungan
timbal balik
Situasi
dimana keluaran (hasil kerja) dari kelompok yang satu menjadi masukan bagi
kelompok yang lain.
b) Perbedaan Tujuan
Perbedaan
tujuan diantara berbagai kelompok atau unit (satuan) dalam organisasi.
Misalnya, unit produksi bertujuan semaksimal mungkin menekan biaya produksi
dengan mengusahakan sedikit mungkin produk yang rusak; sementara bagian
Penelitian dan pengembangan berurusan dengan pengembangan ide-ide baru untuk
mengubah dan mengembangkan produk baru yang berhasil secara komersil. Ini juga
bisa menjadi potensi konflik.
c) Akibat-akibat
Konflik
Perbedaan
tujuan dapat disertai dengan persepsi yang berbeda tentang suatu realita,
realita itu akan menimbulkan konflik. Hal ini banyak ditemui dalam organisasi.
C.
Akibat-akibat Konflik
Secara common-sense konflik
itu berkonotasi negatif dan berakibat buruk bagi organisasi. Karenanya, konflik
perlu dihindari, dilenyapkan dan dilawan. Paham seperti ini, seperti disebut di
atas, adalah paham yang konvensional dan ternyata tidak selalu benar. Sebab,
konflik itu pada hakekatnya disamping mengandung segi negatif, juga memiliki segi
positif. Maksudnya, konflik juga bisa berdampak positif atau baik bagi
organisasi apabila dikelola dengan tepat.
Secara spesifik, konflik memiliki
efek fungsional dan efek disfungsional. Konflik yang fungsional yang berdampak
positif dan menguntungkan bagi efektivitas organisasi. Misalnya, dua bagian
organisasi sama-sama bersikeras dan mempertaruhkan bahwa metode kinerjanya yang
terbaik untuk organisasi. Bila pemimpin organisasi mengelola pertentangan
(konflik) yang terjadi diantara dua bagian itu secara tepat, maka bukan
mustahil kelak akan didapatkan suatu metode yang teruji secara nyata paling
baik di antara keduanya. Caranya yaitu dengan membiarkan mereka membuktikan
masing-masing metodenya, dan diikuti dengan komitmen bahwa metode manapun yang
memang betul-betul terbaik, akan menjadi metode baku yang dipakai oleh
perusahaan serta diterima baik oleh semua pihak. Karenanya, konflik ini baik
untuk ditumbuhkan.
Di lain pihak, konflik yang
disfungsional adalah konflik yang berdampak destruktif dan merusah efektivitas
organisasi. Berbagai konflik yang terjadi seperti sabotase, boikot,
jegal-menjegal diantara unsur-unsur di dalam organisasi adalah contoh dari
konflik yang disfungsional. Karenanya, konflik seperti ini tidak bermanfaat dan
harus dihindarkan. Dan jika ada harus dihilangkan.
Jadi, disinilah pentingnya peranan
para manajer atau pemimpin organisasi, yaitu pandai mengidentifikasi konflik
dan menetapkan langkah yang tepat, apakah memelihara konflik atau
menghilangkannya.
4. PROSES KONFLIK
Seperti yang dikatakan di atas bahwa konflik adalah proses
yang dinamis. Maksudnya, di dalam konflik terdapat urutan waktu dan serangkaian
peristiwa. Salah satu cara untuk memahami konflik sebagai suatu proses, adalah
dengan memakai metode yang diajukan oleh Pondy (1967) yaitu conflict episode
(episode konflik). Di dalam model tersebut ditunjukan adanya serangkaian
tahap sebagai berikut:
1)
Latent Conflict, yaitu tahap munculnya faktor-faktor yang menjadi
penyebab terjadinya konflik di dalam organisasi. Bentuk-bentuk dasar dari
situasi ini adalah persaingan untuk merebutkan sumber daya yang terbatas,
konflik peran, persaingan perebutan posisi dalam organisasi, dan perbedaan
tujuan di antara anggota organisasi.
2)
Perceived Conflict, yaitu tahap dimana salah satu pihak
memandang pihak lain seperti akan menghambat atau mengancam pencapaian
tujuannya. Keadaan ini bisa timbul dari salah pengertian atau kurang
pengertian, dan tidak selalu berasal dari latent conflict. Sebab,
beberapa latent conflict ada yang tidak sampai dipersepsikan menjadi
konflik.
3)
Felt Conflict, yaitu tahap dimana konflik tidak
hanya sekedar dipandang atau dianggap ada, tetapi sudah benar-benar dirasakan
dan dikenali keberadaannya.
4)
Manifest Conflict, tahap dimana suatu keadaan tertentu
sudah ditunjukan sebagai pertanda adanya konflik, misalnya sabotase, agresi
terbuka, konfrontasi, rendahnya kinerja, dan sebagainya.
5)
Conflict Resolution, adalah tahap dimana konflik yang ada diselesaikan atau
ditekan dengan berbagai macam cara dan pendekatan, mulai dari menghindari terjadinya
sampai pada menghadapi konflik itu dalam usaha mencari jalan keluar sehingga
pihak-pihak yang terlibat mencapai tujuannya.
6)
Conflict Aftermath, tahap ini mewakili kondisi yang dihasilkan oleh proses
sebelumnya (penyelesaian konflik), jika konflik benar-benar telah
terselesaikan, maka hal itu akan meningkatkan hubungan diantara para
organisasi, dan jika penyelesaiannya tidak tepat, hal tersebut akan dapat
menjadi pemicu bagi timbulnya konflik baru.
5. STRATEGI MANAJEMEN KONFLIK
A.
Macam-macam Strategi Manajemen
Konflik
Bagaimana konflik yang ada harus
dikelola dengan baik supaya memberikan efek yang positif bagi organisasi.
Adapun macam-macam strategi manajemen atau penanganan konflik menurut beberapa
pakar ada 5 macam, yaitu sebagai berikut:
a) Kompetisi sering
juga disebut dengan strategi “kalah-menang” yaitu penyelesaian konflik dengan
cara menggunakan kekuatan dan kekuasaan.
b) Kolaborasi
sering juga disebut sebagai strategi “menang-menang” dimana pihak-pihak yang
terlibat mencari cara penyelesaian konflik yang sama-sama menguntungkan kedua
pihak.
c) Penghindaran
yaitu strategi untuk menjauhi sumber konflik dengan mengalihkan persoalan
sehingga konfliknya sendiri tidak sampai terjadi atau muncul.
d) Akomodasi adalah
strategi yang menempatkan kepentingan lawan di atas kepentingan diri sendiri.
Strategi ini disebut juga dengan “sikap mengalah”.
e) Kompromi sering
disebut dengan strategi “kalah-kalah” dimana pihak-pihak yang terlibat
sama-sama mengorbankan sebagian dari sasarannya, dan mendapatkan hasil yang
tidak maksimal.
B.
Penerapan Strategi Penanganan Konflik
Perlu disadari bahwa tak ada satupun
dari strategi pendekatan konflik di atas yang cocok untuk semua situasi
konflik. Sebab, pada situasi konflik tertentu suatu strategi boleh jadi lebih
tepat digunakan daripada strategi yang lain, atau satu pendekatan tertentu
lebih cocok untuk suatu situasi yang tertentu pula. Lalu, kapan sebuah strategi
itu dapat dianggap cocok untuk diterapkan? Mengenai hal ini, Thomas (1977)
mengemukakan strategi penanganan konflik yang dikaitkan dengan kriteria
situasinya masing-masing, seperti dalam tabel berikut:
Strategi
Penanganan
|
Situasi Yang
Cocok
|
Kompetensi
|
1.
Bila langkah cepat, desisif amat dibutuhkan.
2.
Menyangkut perkara penting dimana tindakan yang tak populer perlu
ditingkatkan.
3.
Menyangkut perkara yang penting bagi kesejahteraan organisasi dan
anda yakin bahwa anda benar.
4.
Melawan orang yang mengambil keuntungan dari perilaku yang tidak
kompetitif.
|
Kolaborasi
|
1.
Mencari solusi terpadu jika ada dua masalah yang terlalu penting
untuk dikompromikan.
2.
Jika tujuan anda adalah belajar.
3.
Untuk menggabungkan pandangan dari orang-orang dengan sudut pandang
yang berbeda.
4.
Mendapatkan komitmen dengan memasukkan hal-hal penting menjadi sebuah
konsensus.
5.
Berkaitan dengan perasaan yang telah ikut terlibat dalam suatu
hubungan.
|
Penghindaran
|
1.
Jika suatu perkara itu pelik, atau ada perkara lebih penting yang
mendesak.
2.
Jika anda pandang tidak ada peluang untuk memuaskan keinginan anda.
3.
Jika gangguan potensial lebih kuat dari keuntungan penyelesaian yang
bakal di dapat.
4.
Memberikan kesempatan orang lain untuk tenang dan mendapatkan pikiran
yang jernih.
5.
Jika mengumpulkan informasi lebih daripada keputusan yang cepat.
6.
Jika orang lain dapat mengatasi konflik dengan lebih efektif.
7.
Jika isu yang muncul nampak sebagai gejala dari isu yang lain.
|
Akomodasi
|
1.
Jika anda menyadari bahwa anda salah dalam mendapatkan posisi yang
lebih baik untuk di dengar, belajar dan menunjukkan bahwa anda rasional.
2.
Jika isu tertentu lebih pentin untuk orang lain daripada diri anda untuk
memuaskan orang lain, memelihara kerja sama.
3.
Untuk menciptakan kepercayaan bagi isu yang akan datang.
4.
Meminimalkan kerugian jika anda rasa tidak sepadan dan kalah.
5.
Jika harmonis dan stabilitas sangat penting.
6.
Memberi kesempatan belajar dari kesalahan.
|
Kompromi
|
1.
Jika tujuan adalah penting, tetapi tidak seimbang dengan usaha atau
adanya potensi gangguan yang lebih kuat.
2.
Jika lawan dengan kekuatan sama rela berkorban untuk tujuan yang
berbeda.
3.
Mencapai penyelesaian sementara atas isu yang rumit.
4.
Mencapai pemecahan yang tepat sesaat dengan tekanan waktu.
5.
Sebagai cadangan untuk berjaga-jaga jika kolaborasi atau kompetensi
tidak berhasil.
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar